SUARA BAPTIS PAPUA

Dukung Aksi Perdamaian Atas Kekerasan di Papua Barat.
Jika Anda Peduli atas kemanusiaan Kaum tertindas di Papua barat Mohon Suport di sini:

Please donate to the Free West Papua Campaign U.K.
Kontribusi anda akan kami melihat ada perubahan terhadap cita-cita rakyat papua barat demi kebebasan dan kemerdekaannya.
Peace ( by Voice of Baptist Papua)

Home » , , » Dialog Jakarta--Papua Perlu Libatkan Tokoh di Luar Negeri

Dialog Jakarta--Papua Perlu Libatkan Tokoh di Luar Negeri

Written By Voice Of Baptist Papua on February 27, 2011 | 10:45 AM

JAYAPURA--Rencana dialog Jakarta-Papua yang kabaranya telah mengalami langkah maju dengan dikirimnya dua orang negosiator oleh pemerintah pusat, disambut baik sejumlah kalangan di Papua. Salah satunya Wakil Ketua I DPRP Yunus Wonda.
Ia mengutarakan, apabila pusat mempunyai itikat baik membuka dialog Jakarta ---Papua, maka dialog itu juga perlu melibatkan seluruh tokoh-tokoh Papua yang kini bermukin ada di luar negeri.  Hal itu diungkapkan Wakil Ketua I DPRP Yunus Wonda ketika dimintai tanggapannya sehubungan kedatangan dua orang negosiator yang diutus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) guna menjajaki kemungkinan digelarnya Dialog Papua –Jakarta masing masing Farid Husein dan Bambang Dharmono usai memimpin meeting bersama para Ketua Sinode Gereja Gereja di Tanah Papua di Hotel Muspagco, Jayapura, Sabtu (26/2).
Namun demikian, tandasnya, pihaknya hingga kini  belum bertemu kedua negosiator  tersebut. Setidaknya keduanya dapat menyampaikan kedatangannya ke Papua kepada pimpinan DPRP. “Apakah  mereka sudah bertemu Ketua DPRP sejauh ini belum ada informasi  resmi terkait kedatangan mereka,” katanya.  Menurut politisi Partai Demokrat ini, melalui kedatangan dua negosiator ini pihaknya menghargai itikad baik pemerintah pusat serius membuka dialog antara Papua dan Jakarta. Pasalnya, ada keseriusan pemerintah pusat sampai pada titiknya bersama  menyelesaikan masalah yang ada di Papua.  Karena itu, katanya,  pihaknya mengajak semua elemen rakyat Papua baik yang ada di seluruh Tanah Papua maupun yang ada di luar negeri berbicara bersama tanpa saling menyalahkan. “Pokoknya kitorang susun konsepnya tentang masalah pembangunan di Papua dan segala macam  hambatannya,” ujarnya.  Terpisah, Pengamat Politik Papua Lamadi de Lamato mengutarakan, pihaknya kaget 2 negosiator utusan SBY  yang dikirim ke  Papua dalam rangka menjajaki tawaran dialog Jakarta—Papua yang selama ini diminta rakyat Papua.
“Kenapa harus kirim orang lagi. Konsep Dialog Jakarta—Papua kan sudah ada. Kalau bisa tinggal ikut saja ngapain pakai utus utus  orang. Bisa bisa  makin banyak  yang diutus, masalahnya bukan clear tapi makin runyam,” katanya sembari menambahkan, ia  minta 2 negosiator itu membaca buka  Muridam dari LIPI dan Pastor Nelles Tebay. Buku mereka jelas dan konkrit. 
Kerena itu,  lanjutnya, pihaknya ingin menyampaikan selama ini SBY mempunyai tiga kealpaan terhadap rakyat Papua. Pertama, pembisik SBY  untuk masalah Papua sering salah membawa informasi yang benar. 
Kedua, ketika SBY itu datang ke Papua ia tak mau buka dialog dengan rakyat Papua, sehingga ada yang bilang SBY cuma  datang rekreasi. 
Ketiga, SBY bicara Papua selalu beda beda dan  cenderung “cuci tangan” bilang mau evaluasi Otsus pasca Ramadhan 2010. Tahu-tahu bohong sama dengan kasus kasus HAM seperti video kekerasan SBY hanya diam diam. Padahal itu fatal sekali karena itu perbuatan di luar nalar kemanusiaan. 
Di tempat terpisah, Direktur Eksekutif LP3BH di Papua, Yan Christian Warinussy,SH  mengatakan, jika pemerintah pusat telah mengutus dua orang, maka  tentu utusan itu akan bertemu sejumlah kelompok dan akan mencari topik-topik apa yang akan dibawa untuk dibahas dalam dialog tersebut, termasuk mencari pihak netral yang mau memediasi dialog Papua-Jakarta itu. 
Menurutnya, ini sungguh suatu kabar yang amat menarik. Namun di balik itu, selaku pembela HAM di Tanah Papua, kata dia, bahwa selama ini orang Papua selalu mendesak untuk perlunya dilakukan dialog Jakarta-Papua atau Papua-Jakarta, tetapi selalu direspons pusat dengan pernyataan bahwa apa yang mau didialogkan dan siapa yang mau diajak berdialog atau kalau pemerintah Indonesia diajak untuk berdialog, maka dengan siapa mereka akan berdialog. Ini adalah pertanyaan yang seringkali membuat orang Papua menjadi apatis terhadap Jakarta dan terus mendesak sampai mengemukakan tawaran tertinggi yaitu minta referendum. “ Sehingga jika memang ada utusan, yang perlu adalah persiapan dialog juga harus jelas ,” kata Warinussy kepada Bintang Papua, Minggu (27/2).
Sebab kata dia, hal itu telah tersirat di dalam 11 rekomendasi yang dihasilkan dari Mubes MRP jilid I dengan Rakyat Asli Papua pada Juni 2010 di gedung MRP Jayapura.  Pemerintah pusat di Jakarta maupun Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat semuanya tidak menganggap sama sekali terhadap aspirasi politik rakyat asli Papua tersebut. Tentunya ini sangat terbalik atau ironis sekali jika kita bandingkan dengan keputusan Presiden SBY untuk mengutus kedua orang
tersebut untuk mulai merintis pembicaraan-pembicaraan ke arah terlaksananya
dialog tersebut. Padahal orang Papua sudah menyiapkan rencana Dialog itu cukup lama dan sudah matang bahkan mendapat respons luar biasa dari berbagai pihak di dalam dan luar negeri. Dan barulah saat ini pemerintah pusat mulai merespon untuk berdialog dengan orang-orang Papua. 
Sehingga selaku salah satu pejunag HAM di Papua dan peraih penghargaan Internasional di bidang HAM “ John Humphrey Freedom A Ward “ dari pemerintah Canada pada 2005 ini menegaskan bahwa sebaiknya dialog tersebut harus terjadi antara orang asli Papua dengan Pemerintah Indonesia dan ditengahi oleh Badan Internasional yang netral seperti Henry Dunant Centerd atau negara asing yang netral dan mempunyai pengalaman dalam membangun resolusi konflik dan perundingan di wilayah dunia lainnya, termasuk di Aceh.
Orang asli Papua sekarang harus tahu dulu topik-topik apa yang mau dibawa dan dibahas dalam dialog tersebut. Juga harus bisa membuat peta konflik dan memahami cara dalam mengatasi bahkan menghindari konflik itu sendiri. Selain itu mengetahui cara memecahkan masalah/konflik yang sudah terjadi cukup lama serta memahami sumber atau akar konflik itu lebih dahulu. Sebab disini orang asli Papua sendiri yang harus menentukan siapa wakil mereka yang bisa ikut dalam dialog tersebut, bukan melalui dan atau memakai orang lain untuk berdialog dengan pemerintah Indonesia. 
Selain itu, sebaiknya pemerintah Indonesia menghentikan semua proses dan rencana pelantikan anggota MRP Jilid II yang masih terus dilakukan di Tanah Papua dan menunggu sampai adanya dialog Papua-Indonesia selesai dilaksanakan dalam 2011 ini. Sebab hal ini juga merupakan bentuk nyata pengabaian pemerintah terhadap aspirasi politik orang-orang Asli Papua dan bentuk pengingkaran terhadap 11 rekomendasi Orang Asli Papua pada Juni 2010 dan bentuk intervensi politik sangat serius terhadap penghargaan dan penghormatan hak-hak asasi/dasar orang Asli Papua.
Kini sudah saatnya, kata advokat senior di tanah Papua ini, orang-orang asli Papua mulai mengambil langkah untuk mempersiapkan diri menghadapi dialog Papua-Indonesia tersebut. Diharapkan juga kepada aparat keamanan yang bertugas di Tanah Papua (Papua dan Papua Barat),  agar tidak melakukan upaya-upaya intervensi yang terlampau memaksakan kehendak untuk mempengaruhi proses-proses yang sudah, tengah dan akan dibangun bersama diantara rakayat asli Papua dengan
Pemerintah Indonesia, demi tercapainya langkah penyelesaian yang total dan menyeluruh dalam mengatasi konflik di Tanah Papua.(mdc/pin/don/03)
Share this article :

0 Komentar Anda:

Post a Comment

Your Comment Here

Twitt VBPapua

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. SBP-News @VBaptistPapua - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger